#20 Rindu


Turki-ku, tempat ini mulai sedikit berubah semenjak kita tinggalkan 2 tahun lalu. Tempat ini mulai tertata rapi, sudah ada kursi pelengkap di setiap pojok Taman Krueng Aceh ini. Tadi, sepulang dari Mesjid Raya Baiturrahman, aku menyempatkan diri berkunjung ke tempat ini. Ada rindu yang harus kulepaskan. Bapak pedagang kaki lima yang berada di depan kantor pengadilan memperhatikanku. Aku tak mengacuhkan.

Pemandangan di tempat ini masih sama, Turki-ku. Hanya saja tidak sekelam dulu. Masih ada beberapa orang yang nasibnya tak seberuntung kita tidur di bawah anjungan lingkaran. Seorang gadis kecil menimang-nimang adiknya dalam gendongan. Beberapa ibu-ibu usia lanjut menyelonjorkan kakinya lalu bersandar di tiang-tiang kecil itu untuk sekedar melepas lelah dari bisingan dunia yang meremukkan jiwa dan raga. Seorang wanita, mungkin se-usiaku atau bahkan lebih tua dariku sedikit dengan rambut yang dikepalnya ke atas, berbaju ala kadarnya saja, berdiri di tengah lalu bercerita, entahlah aku tak terlalu mendengar apa yang dikatakannya. Aku sempat mengambil gambarnya dari jauh. Fokusku saat itu hanya pada gadis kecil yang menimang-nimang adiknya. Kupikir, setiap orang harus ke tempat ini, membaca pesan kehidupan yang tak tertulis.

Mungkin, orang-orang memandangku aneh. Pergi ke tempat yang menjadi best seller disebutkan dalam berita-berita bila ada topik penangkapan P*K. Aku tetap menjaga identitasku sebagai seorang muslimah. Yaps tadi aku pergi tanpa membawa tas, hanya handphone dan kunci motor. Awalnya aku sempat takut, aku takut diklaim sembarang oleh orang karna ini pertama kalinya aku pergi sendiri ke tempat yang sedikit berbahaya ini. Biasanya kita pergi bersama bukan? Dan pun semenjak keberangkatanmu ke Negeri Dua Benua dulu aku pergi ke tempat ini ditemani oleh Maifa.

Aku berjalan mengelilingi ke tempat ini, tempat yang luasnya jauh dari kata luas menghabiskan waktu 5 menit untuk mengelilinginya. Aku duduk di sebuah kursi. Di kursi pojok taman Krueng Aceh sebelah kanan, dua orang wanita kutaksir berumur sekitar 23-24 tahun sedang mengambil gambar terbaik mereka, sedang sebelah kiri seorang wanita kutaksir hampir sebaya denganku sedang duduk seorang diri sepertinya sedang menunggu seseorang.

Andai saja kau disini, Turki-ku. Akan banyak topik yg akan kita diskusikan, termasuk programku setelah menyandang gelar Sarjana. Aku menatap fotomu di tengah daun maple di layar handphoneku. Matamu, aku selalu menyukai itu. Berbinar.

Perahu nelayan berjejer rapi di bawah jembatan Peunayong, melambaikan tangannya padaku lalu bertanya sosokmu. 2 tahun sudah kau meninggalkan tempat ini, meninggalkan bumi kelahiranmu. Jembatan Pante Perak, begitulah orang-orang menyebutnya semasa kecilku, menghubungkan jalan di atas Krueng Aceh. Beragam transportasiberlalu lalang di atasnya. Pemandangan ini seperti di pinggir selat Bosphorus, pikirku.

Bagaimana kabarmu, Bang Affan?
Semenjak balasan email terakhirku, kau tak pernah lagi menghubungiku. Ada rindu yang bergemuruh di dalam doa. Semoga Allah selalu menjagamu dan melimpahkan hidayah Nya kepadamu. Jiwaku bertabuh rindu untukmu.



Komentar

Postingan Populer