Aceh terlalu mencintaiku :)


Baiklah, kali ini aku akan sedikit bercerita tentag mimpiku.

Jujur, aku tak pernah bermimpi menjadi guru. Aku tak pernah menuntut ilmu di tanah kelahiran. Tetapi ternyata, Allah mengamanahkan 'itu' kepadaku, menuntut ilmu dan menjadi guru di tanah kelahiran. Mimpi-mimpiku melambung tinggi ke angkasa tetapi hanya beberapa hasta dari bumi yang dapat kugenggam kini.

Dari kecil, aku hanya berpikir "Jika aku tidak ke Mesir minimal aku harus kuliah di luar Aceh". Aku pernah mengatakan pada bunda bahwa tak ingin terus-terusan di Aceh mulai lahir, sekolah, kuliah dan mengabdi pun hanya di Aceh. Aku ingin merasakan sensasi kuliah di luar Aceh. Beragam cara kulakukan, mulai dari mengurus beasiswa etos, Jogja, Turki, STIS, Andalas, Universitas Pendididikan Indonesia (UPI). Lagi-lagi, aku harus mengalami nasib yang dialami anak perempuan, Ya! Orang tua (terlebih Ayah) tak ingin jauh dari anaknya.

Etos, berkas itu masih ada sampai sekarang, tersusun rapi di atas meja belajar. Entah apa penyebabnya hingga berkas itu tidak jadi terkirim. Padahal aku telah menyiapkan semuanya mulai dari biodata, esai tentang kehidupan, lalu berkas-berkas yang lainnya. Lalu Turki juga mengalami hal yang sama seperti Etos, semuanya sudah kusiapkan mulai dari ID, Rapor, Esai, Rekomendasi kepsek (ketiganya di translate ke Bahasa Inggris) tetapi tidak jadi terkirim. Sejak pertama di buka "Turkiye Scholarship" aku sudah mencoba mendaftar tetapi error. Hingga akhirnya berkas-berkas itu tersimpan rapi dalam laptop.

Nah, Jogja beruntung aku hanya foto copy biodatanya saja. Lalu STIS, dulu awal tahun 2015 aku pernah meminta izin pada Bunda untuk ikut Tes STIS, tetapi beliau tidak mengizinkan karena STIS terletak di Jakarta. Lalu April setelah UN, beliau menyuruhku untuk mendaftar STIS. Aku melakukan apa yang beliau katakan. Untuk STIS aku benar-benar berjuang berat, 2 minggu aku gunakan semaksimal mungkin untuk belajar Matematika dan Bahasa Inggris. Tetapi ya gitu, mungkin ini bukan rezeki untukku.

Lalu Andalas, aku mengambil jurusan Sastra Indonesia (Sebenarnya pingin ambil di UI). Padahal beragam sertifikat sastra telah kulayangkan pada Mereka, tetapi tetap saja hasilnya GAGAL. Lalu setelah itu aku berjuang di SBMPTN mengambil jurusan Teknik Sipil di Unsyiah dan UPI, tetap gagal. Pertengahan Juni, Beasiswa Mesir dibuka, aku meminta izin pada ortua untuk ikut test di Jakarta, ya nasibnya sama seperti yang lain. Aku akhirnya berhenti mengejar mimpiku yang melangit, mencoba menerima semuanya dengan lapang dada.

UIN Ar-Raniry akan menjadi saksi bisu untuk kesuksesan yang akan kugenggam di tahun-tahun mendatang. Menjadi guru bagi 'mereka'. Aku menerima takdir ALLAH, meskipun berkali-kali ketika bayangan mimpi itu datang sangat menyakitkan (terlebih jika itu tentang Mesir).

Pokoknya aku harus selesai di tahun **** (Secret) dengan IPK *,** (Secret).
Hamasah, Man Jadda Wa Jada, Man Shabara Zafira, Man Saara 'Ala Darbi wa Shala. Allahu Akbar, apa yang Allah tetapkan jauh lebih indah dari pada keinginan duniawi yang berlebih.

Banda Aceh, 8 September 2015
Salam hangat 

MR :)

Komentar

Postingan Populer