Tulisan Qusyairi Sazali Kuba "Surat Untuk Endorgan"

Surat untuk Erdogan
Asalamualaikum
Marhaba Pak Erdogan
Benim Qusyairi Sazali Kuba
Seorang pelajar akhir sebuah SMA di Aceh. Maaf sebelumnya, surat ini tak layak bapak terima sebetulnya, apalah arti suara pelajar SMA yang jauh dari kesempurnaan bahkan dalam merakangkai kata butuh waktu setangah hari dan masih banyak perlu pembelajaran. Surat ini saya di sepan mentari pagi yang bersembunyi di balik dedaunan yang lebat, gunung menjulang bagai hiasan alam yang indah jika ingin memandangnya, serta hamparan lautan bewarna biru mengalahkan indahnya hawai di tengah fasifik nan elok.
Dan kutuliskan sejak carut marutnya negeri ini, saya sendiri tau betul peran bapak dalam kebangkitan Aceh, Pak. Masih segar dalam ingatan walau sudah bertahun tahun, sejak peristiwa walk out dari sebuah sidang bapak sempat terlibat debat dengan Simon Peres dalam membela hak muslim, begitu mulia niatmu, Pak. Sejak saat itu bapak menjadi list pemimpin dunia yang saya idolakan, tegas, penuh wibawa bahkan bapak lebih gagah ketika berada bersamaan dengan presiden Rusia putin bapak terlihat lebih tegap darinya.
 
       Bapak Erdogan dengarlah suara kecil ini, negeriku jauh dari Busporus, bahkan membentang besar dari Sabang sampai Marauke, negeriku terletak di ujung Pulau Sumatra, tempat persingahan tersibuk pada eranya. Tak luput para pendahulu negeri bapak dahulu pernah menjalin persahabatan sejak dahulu, kita bagai adik dan kakak yang saling membantu dalam segi apapun, baik ekonomi, sosial, politik dan budaya dan yang paling dahsyat bapak pengiriman para teknisi perang dan ahli besi andalan, para pendahulu bapak datangkan kemari, namun itu hanya tinggal sejarah. Bahkan tertulis dengan tinta-tinta darah penuh dengan histroris, sejak sebelum kemardekaan, pada saat itu negeri ini katanya daerah modal berdiri tegaknya NKRI.
 
       Sejak itu kami terus mundur bahkan terlibat perang antar saudara yang memakan waktu tiga puluh tahun, hubungan kita sempat terputus dalam keadaan seperti itu, kami juga memaklumi. Sejak jatuhnya khalifah tahun 1923 dan didirikan Republik Turki, pesakitan mulai melanda negerimu, semuanya di tata dalam lingkaran sekularisme yang mengekang, nasib kita sama, tenggelam dalam pesakitan yang butuh waktu untuk bangkit, sejak saat itu kita sama sama hilang kontribusi dalam dunia, saudara kita tak ada yang lindungi, namun aku begitu takjub sejak kebangkitan Turki mulai mencuat engkau orang yang paling berpengaruh di sana, berada di barisan terdepan dalam membela saudara seiman tak pernah memandang ras dan suku, bahkan tanpa sungkan membangun Palestina yang hancur ulah kebiadaban Israel.

Bapak Erdogan yang saya hormati.....
 
      Aceh, begitulah namanya tersohor, sempat mejadi kekuatan besar pada abad 16 lalu, pada era Sultan Ikandar Muda, Sang Singa Aceh yang begitu mendunia. Indah memang, namun kondisi masyarakatnya masih sangat jauh dari kesejahtraan, pendidikan kesehatan serta pelayanan publik menjadi PR besar yang masih harus di selesaikan. Banyak lakap yang sudah dinisbahkan, tak layak kusebutkan satu persatu.

       Saya begitu malu karena sangat tidak relavan jika lakap atau panggilan tidak sesuai dengan apa yang sedang terjadi, Pak. Jangankan kesejahteraan yang kami idamkan sebagai warga daerah, banyak warga miskin yang mendiami setiap sudut desa, pemerintah berhambur duit, seolah tuli tak bertelinga, apalagi matanya sudah buta dengan uang yang hanya sementara. Ini realita. Kucuran dana dalam jumlah besar tak dapat di kelola dengan baik, akhirnya menyalahkan antar satu sama lain, kami konfllik internal, Pak.
 
      Pusat ketawa tebahak bahak malihat tingkah laku pamimpin kami yang seolah kaya di mata dunia, bangga dengan hasil alam yang setiap hari di tipu oleh Amerika, sapi negeri pengungkit bantuan tsunami terus di datangkan dalam keadaan terpaksa karena kurangnya sapi dalam negeri. Perusahaan asing dengan gagah berdiri di tanah perjuangan darah para syuhada, bahkan hanya memberi 1 persekian persen selebihnya di nikmati oleh orang yang bukan pemilik tanah surga, beragam fakta telah di teliti, tanah kami memang surga, segalanya ada, jangankan subur, kayu di lempar juga akan tumbuh. Namun masyarakatnya masih lapar.
    
Saya menangis ketika menulis ini, maksud agar bapak tau kondisi yang kami alami, sudah terlalu lama kami larut dalam luka, hanya bisa menghirup udara dalam keadaan terkekang. Saat ini kami di jajah oleh dua penjajah bayangan yang sangat kejam, pertama penjajah asing yang bersekongkol dengan penjajah lokal, yang kedua penjajah lokal yang tak pernah mengaku diri sebagai penjajah.
Pada awalya mengaku membela perjuangan harkat dan martabat bangsa dan pada akhirnya ia yang menginjak dan memalukan wajah bangsa di mata dunia. Jika Tuhan mengizinkan aku kesana, ingin sekali ku sodorkan kertas jumlah korupsi yang melanda negeri, lain hal nya dengan pemerintah pusat, masih lalai dengan pertengkaran yang memalukan. Sikap kenegaraan pun luntur dan sudah salah kaprah.

      Jika tak ada halangan, berkunjunglah ke tanah kami, Pak. Lihat adikmu ini, karena tak ada lagi yang lihat, jika pun ada, hanya melirik karena ada mau nya, seperti negeri tetangga yang sudah menagih maunya pada saat genting. Akankah ada tetangga lain yang menagih lagi? Sakit nya tu di sini, itu yang lagi ngetren di kalangan kami, Pemuda Aceh cepat sekali tanggap, bahkan dengan sangat mudah menerima budaya luar yang sangat tidak cocok dengan moral kita. Seolah hilang filter dan saringan menerima mentah mentah dan ada yang di perhatikan, Pak.
Jika ada kesempatan  kunjungilah negeri kami ini, aku siap menjemputmu di bandara, akan kuceritan semuanya. Semoga !

Aceh, 28 Februari 2015

Qusyairi Sazali Kuba

Komentar

Postingan Populer