PULANG
WARNING !!! CERITA INI DI MUAT DI BULETIN TUSA NEWS Edisi Desember 2014
Silahkan menikmati :)
Sosok lelaki paruh baya dengan langkah gontai berjalan menuju kursi kerjanya. Kantor ini sudah terlihat sepi sejak beberapa jam yang lalu. Ia memandang keluar, pikirannya jauh melayang beberapa tahun lalu. Matahari telah terbenam, menyisakan kegelapan di ruang tampa tiang ini. Ditatapnya lekat-lekat jalanan luas yang terhampar di bawah sana, para pengguna jalan terlihat sepi.
Silahkan menikmati :)
Sosok lelaki paruh baya dengan langkah gontai berjalan menuju kursi kerjanya. Kantor ini sudah terlihat sepi sejak beberapa jam yang lalu. Ia memandang keluar, pikirannya jauh melayang beberapa tahun lalu. Matahari telah terbenam, menyisakan kegelapan di ruang tampa tiang ini. Ditatapnya lekat-lekat jalanan luas yang terhampar di bawah sana, para pengguna jalan terlihat sepi.
Ia lalu berjalan menuju lemari di ruang kerjanya. Dilihatnya
buku-buku yang terpajang penuh debu disana, ia menyentuh, menyapu debu-debu
itu. Sedikitpun tak ia buka buku-buku itu, ia biarkan saja terpajang rapi di
dalam lemarinya.
Sekelebat bayang-bayang masa lalu berputar seperti kaset di
dalam otaknya beberapa hari terakhir. Airmata tergenang di pelupuk matanya.
Raut sendu tergaris di wajahnya yang kini semakin tua di makan usia. Ia lalu
mengambil album photo di atas meja kerjanya, dibalik halaman per halaman. Air
mata kini telah mendarat di wajahnya, melihat photo keluarganya disana. Anak
gadisnya yang kini telah beranjak dewasa berpose manis bersama ibunya.
Ia lalu memandang piagam-piagam perhargaan yang terpajang di
dinding ruangan sambil menggelengkan kepala. Sesaat kemudian ia berjongkok,
lalu ia masukkan pasword, dibukanya brangkas yang terletak di bawah mejanya. Lembaran
kertas berwarna biru dan merah yang bertuliskan nilai rupiah penuhi ruangan
brangkas. Matanya telah sembab, tangisnya semakin pecah. Ia lalu duduk di sofa,
ia sandarkan kepalanya. Dengan ragu, ia sentuh dan ia peluk sehelai kain tebal
penuh corak-corak bermakna yang ia beli tadi pagi.
Ia pejamkan matanya, kepalanya terasa begitu sakit belakangan
ini, bayangan masa lalu itu kembali berputar di otaknya. Menyisakan sebuah
tanda tanya di dalam hati. Sejak kejadian minggu belakang, ia lebih banyak
bermuram durja di tempat kerjanya. Dilihatnya kembali piagam-piagam penghargaan
itu lagi, ia menggelengkan kepala. Tangisnya masih terus berlanjut.
Malam kian merangkak menuju pagi, pria paruh baya itu masih
tetap duduk di sofa sambil bermuram durja. Bayang-bayang masa lalu itu terus
menerus menghantui pikirannya yang sedang gundah. Ia lalu bangkit duduknya,
berjalan menuju toilet. Ia hidupkan kran air, lalu mulai membasuh tangannya
sampai kaki. Hal yang tak pernah lagi ia lakukan. Selesai berwudhu, ia ambil
sehelai kain tebal penuh corak bermakna yang tadi ia peluk dan ia lentangkan di
atas lantai menghadap kiblat.
Sesaat kemudian, ia ambil peci putih yang masih berlabel, ia
pakaikan ke kepalanya. Lalu ia angkatkan tangan, takbiratuh ihram, ia mulai
lagi kebiasaan yang sejak lama ia tinggalkan hingga selesai. Selesai shalat, ia
berdzikir lalu ia tadahkan ke langit, pada Sang Pencipta.
“Ya Allah, Yaa Rahman,
aku terlalu lalai selama ini. Aku tersesat. Bawa aku pulang Yaa Rabb, pulang
kembali ke jalanku yang sebenarnya, menyembah dan melaksanakan segala perintahMu yang selama
ini tak aku acuhkan. Apa gunanya aku hidup bergelimangan kemewahan seperti ini jika
aku lupa padaMu? Terlalu banyak salah yang aku lakukan hingga aku buta, istri
dan anak-anakku yang kubiarkan mengumbar aurat, dan banyak lagi. Yaa
Rahman, bawa aku pulang, pulang padaMu,
yang telah menciptakan aku.” Ucapnya sambil berurai air mata.
Usai shalat, ia ambil dan dibacanya kembali mushaf-mushaf yang
terpajang di lemarinya.
THE
END
Salam hangat,
Mira Randikal :)
Komentar
Posting Komentar