For you, Irawati Hamdani
Bismillah...
Genggaman tangan, genggaman hati.
Aku mohon maaf jika kertas ini masih menyisakan air mata
semalam.
Dear you,
Irawati Hamdani
Assalammu’alaikum,
sahabat. Semoga Allah selalu melindungi dan memberikan yg terbaik untukmu.
Kuhembuskan
rindu untukmu ini bersama angin, agar kau dapat merasakannya...
Ira,
sahabat yang selalu jadi pengokong untukku. Jujur, sebenarnya ketika kau
mengatakan bahwa kau menuliskan puisi untukku dan Husna, aku sangat terharu.
Lalu ketika kau memberikan buku tulismu untuk kubaca tulisan tanganmu, ada
embun yang tergenang di pelupuk hatiku, yang takkan ku biarkan ia jatuh di
hdapanmu. Kusimpan ia di dalam hati, agar kau tak melihatnya.
Petang
tadi, saat di rumahmu, aku di kejutkan oleh berbagai hal yang ku takutkan selama
ini. Ah, tetapi apa boleh di kata, itulah takdir kehidupan.
Setiap pertemuan ada perpisahan ....
Layaknya
kita, kita yang di pertemukan 6 tahun lalu, tahun 2008, tinggal menghitung
bulan kebersamaan ini akan lenyap di telan kenangan. Kau ingat? Saat kita masih
di MIN dulu, saat kita lomba masak, aku tak sengaja menumpahkan minyak goreng
kelompok kalian, semua memarahiku kecuali kau, kaulah yang membelaku
satu-satunya.
Lalu
ingatkah kau? Saat kita saling mengolok satu sama lain, menyebut nama yang
menurutku itu tidak penting. Ah, itulah kekonyolan masa kanak-kanak kita.
Dan
ingatkah kau? Saat kita MTsN dulu, pulang kerja kelompok dari rumah Ropy
berjalan kaki, dari Palak Keurambil ke Pantai Perak, rumah sewamu dulu. Dan
satu hal yang paling ku ingat dan aku tak tau apakah kalian (Kau dan Husna)
masih mengingatnya. Mei 2010, sebulan sebelum
Alm. Ayah Husna kembali ke pangkuanNya, kita bertiga (Aku, Kau dan Husna) pulang berjalan kaki
dari rumah Nurul Kamelia ke rumahmu saat garis jingga telah hiasi langit
petang, sesampainya di rumahmu, di sana Ayahku, Ayahmu dan Alm. Ayah Husna
sedang asik bercengkerama, menanti kita.
Jujur,
kesedihan terselip di hatiku, seitap mengingat itu. Entahlah, tetapi itulah
takdir kehidupan, Setiap pertemuan ada perpisahan.
Ira,
sahabat yang menjadi saksi dari kejadian hijrahnya diri ini, dari seseorang
yang luar biasa sifatnya menjadi seseorang yang seperti orang-orang lihat
sekarang. Dan semoga engkau segera menghijrahkan diri, sahabat. Menjadi Hamba
Allah yang sebenarnya.
Sahabat,
terlalu banyak hal yang kita lewati bersama. Pahit, manis, asam, asin menjadi
pelengkap rasa kebersamaan ini. Warna-warni tinta hiasi kanvas-kanvas hati
kita. Ketika kita tertawa lepas, ketika kita bahagia, ketika kita menangis,
ketika kita saling marah. Ah, terlalu banyak kenangan indah itu.
Saat
kita mendayuh pedal sepeda, lalu menikmati matahari terbit. Saat kita tertawa
riang dan lepas, menikmati kesejukan air langit yang jatuh basahi bumi. Saat
kita berjalan kaki pulanng sekolah.
Ingatkah
kau? Saat pengumuman kelulusan UN MTsN, kita (Aku, Kau dan Husna) pulang ke
rumahmu, di sana kita di sambut baik oleh kedua orangtuamu, lalu ayahmu
menyuguhkan kita masing-masing 1 gelas jus tomat plus wortel untuk merayakan
kelulusan kita. Dan aku sangat ingat dan aku yakin kau dan Husna juga sangat
mengingatnya. Ya, janji kita bertiga di depan Kantor Guru selesai pengumuman UN
:D UNTUK TIDAK PACARAN SAMPAI TAMAT SMA J
dan Alhamdulillah sampai sekarang belum ada yang mengingkarinya
Ira,
seseorang yang terkadang menjelma menjadi sahabat, kakak dan adik. Tinggal
menghitung bulan, janji-janji itu akan berakhir (aku tak tau apakah janji itu
akan kita perpanjang atau tidak). Tidak lama lagi kita akan tinggal di kota
yang terpisah. Kata-katamu dan Ibumu masih terngiang jelas di kepalaku “Kami
akan pindah ke Banda Aceh, buat apalagi disini, ayahkan udah pindah kerja.
Rumah ini akan di jual”, sampai saat ini aku merasa bahwa itu adalah mimpi.
Kita
tak tau apakah nanti setelah tamat SMA kita masih bisa merangkai kisah
kebersamaan di atas lembaran-lembaran persahabatan kita. Jujur, aku merasa
berat jika harus berpisah dengan kalian, orang-orang berharga dalam hidupku.
Sahabat yang menunjukiku jalan ke Syurga. Dan apakah setelah ini kita masih
bisa bertemu? lalu melepaskan apa ganjalan dalam hati.
Sahabatku,
Irawati Hamdani. Terimakasih atas puisimu (yang aku tau itu dari hati), aku
tersentuh. Terimakasih juga karena telah melukis pelangi dalam hidupku,
terimakasih untuk pundakmu yang selalu kugunakan untuk bersandar, melepas penat
dalam hati. Terimakasih untuk semuanya yang kau beri dalam hidupku. Maaf untuk
segala kekuranganku.
Sebentar
lagi, genggaman tangan ini akan terlepas. Tetapi tetaplah selalu genggam hati
dan jiwaku agar kita tetap merasakan kebersamaan.
Sebentar
lagi kita akan berpisah di persimpangan jalan kehidupan, kau sendiri, aku
sendiri, dan semoga akhirnya nanti kita bertiga (Aku, Kau dan Husna) di
pertemukan kembali di ujung jalan yang bernama Syurga.
Maaf, jika surat ini terlalu panjang :D
Husna, Ira, Mira adalah KITA.
Meski suatu saat raga kita terpisah, tetapi hati kita akan
selalu menyatu. Mengaliri sinyal kedamaian.
Tetaplah kenang kisah ini, sahabat, kakak, adik. Aku
berharap semoga persahabatan ini takkan pernah luntur dan semoga kelak kita di
persatukan dalam ukhuwah persahabatan di syurgaNya.
Blangpidie, 14 Desember
2014
Wasalam,
salam cinta,
Mira Randikal
nitip salam buat irawati hamdani,.uda 6 tahun gak ketemu dia..sejak dia pindah dari min manggeng., :)
BalasHapusInsya Allah nanti disampaikan... terimakasih atas kunjungannnya ke blog ini.... :)
Hapus