Penghujung Cintaku




    Kelabu penuhi kanvas langit. Angin  berhembus sangat kencang membuat jalan penuh dengan serakan sampah. Burung-burung menghentikan pekerjaannya, mereka pun berteduh di teras asrama. Pohon nyiur menari-nari bersama angin.DUMPPPP ! Pohon kelapa di dekat tiang listrik tumbang,menghalangi para pengguna jalan. Matahari sebentar lagi kan pergi menerangi belahan bumi yang lain. Tetesan air langit mulai menyapa bumi. Fatma terdiam di teras asrama putri sambil menggenggam erat kitab-kitab kuning. Dia berusaha memikirkan cara agar ia dapat pulang. Ia terus menatap hujan yanng seolah semakin menunjukkan keahliannya menghalangi fatma pulang. Dia mengepalkan tangan kanannya. ‘Tak kan ku biarkan kau menjadi penghalangku untuk pulang’ lirihnya.
DOOOOOOORRRR !
            Halilintar menunjukkan keperkasaan suaranya, membuat fatma kaget. Ia tersungkur di tengah hujan sambil menggenggam erat kitab di tangannya. Bajunya penuh dengan cipratan air berwarna coklat. Fatma berusaha berdiri, namun lututnya terasa perih. Ia meraba lututnya yang perih. Perlahan air matanya berjatuhan menyatu dengan hujan. Roknya robek. Cairan merah keluar dari luka di lututnya. Cairan itu semakin banyak keluar, semakin perih. Ia meringis kesakitan.mata gadis 14 tahun itu telah sembab.
DUMP !
            Halilintar kembali menunjukkan keperkasaan suaramya. Ia semakin takut, wajahnya telah pucat. Sesosok pria berlarian sambil membawa payung ke arah fatma. Kain sarungnya penuh dengan cipratan becek. Baju koko putihnya telah basah. Ia menyentuh pundak fatma, fatma menoleh ke belakang.
“kau tak apa, dik ?”
            Fatma tak menjawab. Ia hanya menunduk ke bawah. Ia malu menatap sosok itu dengan mata sembab. Sosok itu lalu menarik tangan fatma, memapahnya berdiri. Tanpa sengaja matanya mengarah ke lutut fatma. Ia terkejut.
“masya Allah. Mari dik, biar abang antarkan pulang”
            Sesampainya di teras rumah, Aisyah (Anak Ust. Rahman) keluar dari pintu rumah sambil membawa payung.
“masya Allah,fatma. Maafkan kakak ya. Tadinya kakak mau jemput”  ujarnya sambil mengambil kitab-kitab yang basah di tangan fatma.
“nggak apa kak. Kan fatma udah di antar sama bang hanif” sambil tersenyum ke arah hanif.
“abang pamit dulu ya. Mau balik ke asrama”
“makasih ya bang.”
“......” tersenyum. Lalu pergi meninggalkan fatma.

“masuk yuk ma. Ganti baju. Ntar kakak obatin lukamu” ujar aisyah menyadarkan fatma dari lamunannya.
            Fatma Zahra merupakan keponakan Ust. Rahman (pendiri pasantren Al-Huda) dan juga sepupu Aisyah. Dia mondok di pasantren Ust. Rahman sejak masuk SMP. Esok ia akan kembali ke rumahnya. Dia akan melanjutkan SMA di tempat asalnya.
***
“ayolah, nif. Katakan saja perasaanmu yang sebenarnya pada fatma. Esok ia akan pulang” bujuk Aziz pada Hanif.
“aku tak bisa, ziz. Aku takut” ujar hanif  lesu.
“apa yang kamu takutkan. Tak usahlah pendam perasaan itu. Ntar keduluan ilyas lagi”
“baiklah, ziz. Akan ku coba esok. Do’akan aku ya”
            Keesokan harinya hanif mengintai fatma dari belakang asrama putri. Ia bermaksud hendak menyampaikan perasaaannya pada gadis kerudung biru itu. Ia sibuk memikirkan cara agar dapat berbicara dengan fatma. Tapi sekali lagi, ia bermentalkan tempe. Ia hanya diam sambil memperhatikan mobil yang membawa pergi bidadari hatinya sampai hilang dari pandangan mata.
***
Beberapa tahun kemudian....
            Awan hitam bergumpal-gumpal penuhi langit. Tetesan air yang selalu bertasbih memuja Rabb ku Yang Penyayang basahi bumi. Fatma menatap dari jendela perpustakaan. Ia lalu menulis nama seseorang di temperatur kaca berembun. 5 huruf. Aroma parfum sedap menyelusup hidungnya. Detak jantungnya menjadi tak karuan. Ia melirik ke belakang. Wajahnya pucat seketika.
“Kak hanif” panggilnnya refleks.
            Sosok yang di panggil oleh fatma menatap ke belakang. Mata mereka bertatapan lama sekali. Jantung keduanya berdetak tak karuan. Darah dingin mengalir di sekujur tubuh keduanya. Wajah fatma bersemu merah.
“Masya Allah. Apakah kau fatma,dik ?”
“.......” tersenyum malu.
***
           

Siluet jingga penuhi langit, sang fajar  akan kembali membagikan cahayanya. Hanif telah bersiap-siap untuk berangkat ke bandara. Ia mondar-mandir di depan pintu kosnya. Wajahnya begitu gelisah. Oh, apa yang harus ia lakukan ? ia sudah terlanjur janji pada fatma bahwa ia akan menunggu fatma di pustaka hari ini. Akan tetapi tadi malam ia menerima telepon dari pihak kedutaan Indonesia untuk Turki bahwa ia take off  pada pukul 8 pagi. Berencana hendak ke rumah fatma tetapi waktu tidak mengizinkan. Ingin menghubunginya tetapi ia tak punya nomor handphone fatma. Ia lalu mengambil secarik kertas, menuliskan sesuatu. Setelah ia melipat kertas itu, ia memasukkannya ke dalam amplop dan menyerahkan pada aziz.
***
Fatma telah bersiap-siap untuk pergi ke Pustaka, menemui pangeran hatinya. Ia memakai gamis cream dipadu jilbab coklat. Tak lupa ia mengenakan parfume. Perlahan kuntum-kuntum cinta telah merekah di hatinya, menyebar aroma sedap di ruang hatinya. Rasa bahagia menyeruak tanpa ampun. Yaa.. fatma mulai terserang virus merah jambu.
Sesampainya di perpustakaan, fatma mengalihkan pandangan ke seluruh arah. Ia mencari sosok yang telah berjanji menunggunya di tempat ini. Tak ia temukan sosok yang di carinya itu. Kelabu penuhi hatinya. Rasa kecewa muncul di hatinya. Ia lalu mengambil buku, yang ia sendiri tak tau itu buku apa. Seorang penjaga pustaka mendekat ke arahnya.
“Dik fatma, ini ada seseorang menitipkan surat untukmu”
“ha ? dari siapa kak ?”
“kakak juga nggak tau”
            Fatma mengambil surat itu lalu merobek amplopnya. Ia membuka sehelai kertas tersebut.
Dear you, Fatma Zahra.
            Assalammmu’alaikum, dik. Mungkin saat kau membaca surat ini, kita sudah terpisah ribuan kilometer. Maafkan abang, dik. Abang tak menepati janji abang padamu. Semalam pihak kedutaan menghubungi abang dan mengatakan bahwa abang harus berangkat pagi ini ke Turki. Sekali lagi maafkan abang, dik. Ini benar-benar di luar rencana. Jaga dirimu, dik. Jika kita berpisah karena Allah, kita juga akan ketemu karna Allah. Jika abang adalah jodoh terbaik untuk adik dan adik juga jodoh terbaik untuk abang kita pasti akan berjumpa. Maafkan abang ya dik.
Salam hangat,
Orang yang selalu merindukanmu

Muhammad Hanif
***
5 tahun kemudian……
            Bintang penuhi langit malam. Hanif telah tiba di Indonesia. Ia menatap photo seorang gadis berkerudung biru di handphonenya. Sebentar lagi ia akan tiba di rumah pujaan hatinya itu. Mobil yang membawanya menuju rumah fatma telah memasuki halaman rumah gadis itu. Detak jantungnya kembali tak karuan. Ia harus bisa mengontrol perasaannya itu. Kaki hanif kini telah melangkah di teras rumah fatma.
“Assalammu’alaikum” ucapnya
“wa’alaikum salam. Masuk nak” jawab seorang pria yang berumur sekitar 50-han.
            Hanif memapah kakinya masuk ke rumah bidadarinya itu. Sangat jelas tergambar di wajahnya, ia berusaha mengontrol perasaannya.
“sebelumnya maafkan saya, pak. Saya datang ke rumah bapak tanda menghubungi bapak sebelumnya” hanif memulai percakapan dengan mimic serius.
“Kedatangan saya ke sini ingin meminta izin pada bapak untuk mengizinkan saya meminang bidadari hati saya, puteri bapak Fatma Zahra” lanjut hanif.
            Raut muka bapak itu berubah seketika.
“terima kasih, nak. Engkau telah datang menyampaikan niat baikmu. saya tak bisa memutuskan perkara ini. Biarlah fatma yang memutuskannya, nak.  Saya meridhaimu meminang puteri saya.” Dengan mimic serius.
“Fatma sini bentar nak. Ada yang mau ayah tanyakan”
            Fatma berjalan ke ruang tamu. Ia kaget melihat sosok yang di hadapannya kini. Detak jantungnya kembali tak karuan. Wajahnya bersemu merah. Timbul berbagai pertanyaan di hatinya.
“Duduk lah sini, nak. Di samping ayah.”
            Fatma menuruti perkataan ayahnnya. Ia duduk di samping pria yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Ia menunduk.
“Anakku, Fatma Zahra. Engkau kini telah beranjak dewasa. Engkau tau mana yang terbaik dan tidak terbaik untukmu. Kini di hadapanmu telah ada seorang pemuda yang ingin mengkhitbahmu. Ayah serahkan semua pilihan padamu. Ayah telah ridha.” Sambil menggenggam tangan fatma.
            Bulir-bulir bening mengalir dari mata fatma. Ia tak kuasa menahan rasa haru yang menyeruak di hatinya. Suasana menjadi begitu hening dan syahdu. Alam pun bertasbih pada Sang Pencipta.

“Apakah kau menerimanya, nak ?”
“Iya. Fatma menerima bang hanif tuk menjadi imam di kehidupan fatma, yang menuntun fatma menuju kebahagiaan dunia dan akhirat”
            Air mata mulai jatuh di pelupuk mata ayah, hanif dan bunda fatma. Kuncup-kuncup mawar telah sempurna merekah. Menyebar aroma sedap di hati setiap insan yang menyaksikan kejadian itu. Ayah fatma memeluk hanif. Hanif dan fatma sujud syukur.
THE END J
TENTANG PENULIS
NAMA                                                : Mira Ratna Sari
TEMPAT,TANGGAL LAHIR          : Banda Aceh, 31 oktober 1997
FB                                                       : http://www.facebook.com/miera.pramuka
BLOG                                                 : http://mirarandikal.blogspot.com
EMAIL                                               : Mirarandikal@gmail.com
            Bagi saya menulis adalah cara saya menghibur diri, mengontrol segala emosi yang ada dalam diri saya. Menulis adalah cara saya membagi ilmu dan semangat.

Komentar

Postingan Populer